Pernikahan Adat Madura Serta Makna Di Balik Ritualnya Yang Perlu Kita Ketahui

Pernikahan  Adat Madura Serta Makna Di Balik Ritualnya Yang Perlu Kita Ketahui


Adat Madura dari Jawa Timur memiliki banyak ritual yang juga sarat dengan makna seperti halnya adat Jawa. Salah satu karakter khas dari orang Madura adalah tegas dan keras. Terlihat jelas pada pilihan-pilihan warna pakaian dalam setiap acara adat yang digelar, begitu juga dalam acara pernikahan. Warna yang dominan saat pernikahan adat Madura, adalah merah dan kuning.


photo via , pengantin adat madura hijab by galery princess wedding



Ciri khas pakaian adat pernikahan Madura adalah hiasan melati yang ada di kepala. Dan paesnya mirip dengan pengantin wanita Jawa secara umum. Bedanya adalah detail melati pengantin Madura memiliki bentuk seperti lilin. Menurut filosofi leluhur orang madura bentuk lilin merupakan sebuah simbol bahwa istri ibarat sebuah lilin yang dapat menerangi jalan suami.


"Pernikahan adat Madura sangatlah unik dan sangat meriah. Kostum berpalet cerah dengan melibatkan banyak orang, iringan musik yang khas dapat membuat prosesi pernikahan adatnya sangat menarik untuk diikuti.


Pernikahan adat Madura juga sangat identik dengan kebersamaan keluarga besar karena hampir di setiap prosesinya melibatkan banyak anggota keluarga. Ini menunjukkan betapa masyarakat Madura memiliki hubungan kekeluargaan yang erat.

photo via , pengantin adat madura hijab by galery princess wedding



Lalu, apa sajakah ritual pernikahan adat Madura?

Perkenalan Kedua Keluarga

Sebelum mengikat janji pernikahan, kedua calon pengantin harus melalui beberapa ritual, yaitu perkenalan keluarga, lamaran, dan pernikahan.


Untuk prosesi perkenalan keluarga, idealnya dilakukan dalam dua tahap:

Memberi kabar atau ngangene

Ini adalah tahap penjajakan untuk mengetahui seberapa besar peluang calon mempelai pria bisa diterima oleh pihak keluarga wanita. Keluarga dari calon mempelai pria akan mengirim utusannya untuk menggambarkan apa saja yang menjadi keunggulan dari calon mempelainya. Masyarakat Madura sangatlah religius di mana hal itu yang menjadi faktor utama penerimaan keluarga calon mempelai wanita, yaitu ketaatan calon mempelai pria dalam beragama.

Perkenalan antara kedua orang tua atau araba pagar

Setelah orang tua calon mempelai wanita meyakini calon mempelai pria merupakan sosok yang taat beragama dan bisa menjadi pemimpin keluarga yang bertanggung jawab, maka perkenalan antara kedua orang tua pun dilangsungkan. Di saat yang bersamaan, mulai dibicarakan persiapan pertunangan atau lamaran.


Lamaran

Prosesi ini menjadi semacam penegasan bahwa calon mempelai pria sudah resmi meminang calon mempelai wanita. Calon mempelai pria melamar dengan membawa seserahan. "Biasanya yang dijadikan seserahan adalah minyak wangi, uang, dan sapu tangan. Setelah tunangan diterima, maka di saat yang sama, akan dibicarakan juga tentang penentuan hari pernikahan," jelas Fitri.

Idealnya 40 hari menjelang hari pernikahan, calon mempelai wanita akan menjalani pingitan. "Pada ritual dipingit ini, idealnya calon mempelai wanita benar-benar tidak boleh keluar rumah. Fokus melakukan perawatan tubuh, seperti minum jamu Madura dan melakukan perawatan diri. Tapi saat ini, dipingit dilakukan singkat, yaitu sekitar dua hari, mengingat kedua calon mempelai masih harus bekerja."

Pernikahan

Meski sudah mendapat restu untuk meminang gadis Madura, calon mempelai pria tetap harus melalui serangkaian "ujian" kesiapan menjadi kepala keluarga di depan banyak orang. Ada beberapa ritual yang harus dilakukan, sebelum akhirnya kedua calon mempelai dinyatakan sah sebagai pasangan suami-istri. Tentunya prosesi ini dilaksanakan setelah upacara akad nikah berlansung.

Adapun prosesi yang wajib dilalui pengantin pria usai akad nikah adalah:

Buka pintu atau mengghar bhalabar

Fitri menjelaskan, ritual ini dilakukan ketika pengantin pria akan memasuki area pelaminan. Di depan pintu akan dibentangkan tali. "Dulu yang dibentangkan tali biasa, tapi sekarang dimodifikasi dengan untaian melati," imbuh Fitri.

Agar bisa menemui pengantin wanitanya, pengantin pria harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan membuat untaian melati bisa dilepaskan. Pada prosesi ini, yang terlibat adalah perwakilan dari kedua belah pihak pengantin. Dalam Bahasa Madura, perwakilan ini disebut bhud janggi yang akan saling berdialog dengan tembang Madura.

Jika perwakilan pengantin pria berhasil menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh perwakilan pengantin wanita, maka untaian melati akan dipotong dan pengantin pria diperkenankan masuk ke dalam ruangan. Tapi, ini bukan berarti pengantin pria bisa langsung bertemu pengantin wanita. Masih ada uji ketangkasan yang harus dilalui atau mekalabah.

Mekalabah

Uji ketangkasan ini masih dilakukan oleh perwakilan kedua mempelai. Misinya adalah perwakilan pengantin pria harus bisa mengalahkan perwakilan pengantin wanita. "Jadi ada pendekarnya masing-masing yang akan bertarung silat dengan iringan musik khas Madura," cerita Fitri antusias.

Ketika pendekar dari pengantin pria berhasil mengalahkan pendekar pengantin wanita, maka pengantin pria diperbolehkan untuk bertemu langsung dengan pengantin wanitanya. "Makna dari ujian-ujian yang harus dilalui pengantin pria ini adalah ia harus siap menghadapi ujian apa saja sebelum memasuki kehidupan berumah-tangga," jelas Fitri.

Putar dulang

Prosesi ini dilakukan sendiri oleh pengantin pria. Ia diperkenankan berjalan menuju pelaminan untuk menemui pengantin wanitanya. Pengantin wanita sendiri, sambung Fitri, sudah duduk di atas baki besar yang terbuat dari kuningan. "Duduknya menghadap pelaminan, yang artinya membelakangi arah datang pengantin pria."

Ketika menghampiri pengantin wanita, pengantin pria harus berjalan jongkok. Baru ketika mendekati dulang tempat pengantin wanita duduk, pengantin pria akan memutar dulang tersebut hingga kedua pengantin saling berhadapan. Setelah berhadapan, pengantin pria berdiri dan memegang kepala pengantin wanita.

"Di saat memegang kepala pengantin wanita inilah, pengantin pria akan mengikrarkan kalau ia telah memilihnya menjadi istrinya. Baru setelah itu, pengantin pria membantunya berdiri dan keduanya berjalan menuju pelaminan." Makna di balik prosesi ini, dijelaskan Fitri, adalah pria sebagai kepala keluarga akan membimbing dan melindungi istri dalam menghadapi segala tantangan dalam kehidupan berumah-tangga.

Adaptasi prosesi pernikahan adat di era pandemi


Jika pada kondisi normal, prosesi pernikahan adat Madura begitu melibatkan banyak anggota keluarga, maka di era pandemi seperti sekarang dilakukan adaptasi. "Biasanya mulai dari prosesi buka pintu saja sudah melibatkan banyak perwakilan keluarga. Tapi di saat pandemi, prosesi buka pintu dan silat biasanya ditiadakan. Selain karena ada pembatasan orang, juga prosesi ini memakan waktu lama."

Maka adaptasi yang dilakukan adalah langsung masuk ke prosesi putar dulang. Prosesi ini masih bisa dilakukan karena para tamu undangan bisa menyaksikannya dari jarak jauh. Meski begitu, hal ini tetap tidak mengurangi makna sakral di balik prosesi pernikahan adat Madura karena inti dari prosesi pernikahan adalah momen keduanya siap berumah tangga dengan jalan berdampingan dan saling menghargai dengan iringan doa dari seluruh keluarga yang hadir.

0 Komentar